banner 728x250

Syaykh Al Zaytun dan Filosofi Genteng

MDI NEWS | JAKARTA, – Syaykh Al Zaytun dan Filosofi Genteng

Oleh CAM

banner 325x300

“Aku adalah singa yang terbelenggu.”

(Yusuf as)

Dalam budaya Indonesia yang simbolik, ciri seorang pemimpin ideal diibaratkan genteng. Ia diletakkan di bagian paling atas untuk melindungi semua di bawahnya. Setelah genteng berhasil melewati rangkaian proses pembentukan dari tanah liat, pengeringan dan pembakaran hingga kuat barulah keping genteng boleh naik ke bagian paling atas sebuah rumah.

Genteng harus kuat menahan teriknya sinar matahari, angin kencang dan derasnya air hujan yang dingin itu, agar semua di dalam rumah tetap hidup aman, dikutip pada Rabu, 2 Agustus 2023.

Syaykh Al Zaytun bagaikan genteng yang mempraktekkan karakter Muslim di jaman modern ini, yaitu Fathanah – Shiddiq – Amanah dan Tabligh seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Insan Kamil terwujud saat manusia mengembangkan kecerdasan secara keseluruhan, yang disebut juga Prophetic Leadership menurut teori Prof. Muhammad Syafii Antonio dalam buku PROLM Prophetic Leadership & Management Wisdom.

Fathanah lebih dahulu, sebab seorang pemimpin mestilah memiliki kecerdasan untuk bisa membedakan kebenaran dan kebathilan. Baru kemudian karakter Shiddiq yakni Jujur, Amanah yang bisa mengemban tanggung jawab dan mampu tidak korupsi, terakhir memiliki karakter Tabligh yakni mampu berkomunikasi dengan publik secara baik karena memiliki kecerdasan bahasa yang berkualitas tinggi.

أَلَاۤ إِنَّ أَوۡلِیَاۤءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡهِمۡ وَلَا هُمۡ یَحۡزَنُونَ

“Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Q.S. Yunus (10): 62]

Joseph Campbell dalam buku Compassion karangan Karen Armstrong menunjukkan bahwa setiap budaya mengembangkan mitos sendiri tentang pahlawan, seorang manusia biasa yang mengubah kehidupan kaumnya dengan pengorbanan dari dirinya sendiri.

Dalam kisah kehidupan, sang pahlawan mengawali pemikirannya dengan melihat ke masyarakat sekeliling dan menemukan bahwa ada suatu yang hilang. Kegelapan menyelimuti masyarakat seperti tidak adanya keadilan, atau mereka mengahadapi bahaya yang tidak biasa seperti naiknya suhu bumi yang ekstrim, serta ancaman kelaparan karena tanaman pangan kering dan kekurangan air bersih.

Saat tidak menemukan solusi siap pakai, sang pahlawan pun akan meninggalkan comfort zone nya untuk menemukan jawaban yang berbeda.

Maka dalam sejarah kerap ditemukan kisah para bijak yang pergi bertapa di gunung-gunung seperti Nabi Muhammad SAW yang merenung di gua Hira, atau bahkan sosok misterius yang bertapa di tepi laut di antara gemuruh ombak seperti Nabi Khidir a.s.

Semua itu demi mendapatkan pencerahan, meskipun ia akan mengalami rasa sakit, penolakan, didustakan, pengucilan, dipenjara, bahkan bahaya kematian. Tetapi sang pahlawan bersedia menanggung semuanya dan tetap melanjutkan perjalanan ini demi cinta bagi kaumnya.

Sebuah pengabdian nyata dan bukan hanya ucapan atau janji palsu, melainkan altruisme yang dipraktekkan.

Dan hari ini Kita menjadi saksi sejarah perjalanan seorang pemimpin level 5 menurut teori John C Maxwell, yakni Memimpin dengan hati yang dengan gagah berani menerima semua dengan jiwa besar. Tidak takut dan tidak sedih, seperti para Wali Allah yang dikisahkan dalam Al Qur’an. Belas kasih adalah ujian spiritual Sejati.

https://aksigenerasi.org/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *